Dalam hukum pidana, terdapat dua konsep penting terkait dengan seseorang yang melakukan lebih dari satu tindak pidana, yaitu perbarengan tindak pidana (concursus delictrum) dan pengulangan tindak pidana (residivisme). Kedua konsep ini memiliki perbedaan dalam aspek waktu, cara perbuatan, serta sanksi hukum yang dikenakan kepada pelaku.
1. Perbarengan Tindak Pidana (Concursus Delictorum)
a. Pengertian Perbarengan
Perbarengan tindak pidana terjadi ketika seseorang melakukan lebih dari satu tindak pidana dalam waktu yang berdekatan, sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
b. Perbarengan dalam Hukum Positif Indonesia
Diatur dalam Pasal 63-71 KUHP, dengan beberapa bentuk sebagai berikut:
1. Concursus Idealis (Perbarengan Satu Perbuatan – Pasal 63 KUHP)
- Satu perbuatan menimbulkan beberapa tindak pidana sekaligus.
- Contoh:
- Seorang pelaku menembak seseorang hingga mati → Pelaku bisa dijerat dengan Pasal 338 KUHP (pembunuhan) dan Pasal 1 UU Darurat No. 12 Tahun 1951 (kepemilikan senjata api ilegal).
- Sanksi: Hanya dikenakan satu pidana, yaitu yang terberat (asas lex specialis derogat legi generali).
2. Concursus Realis (Perbarengan Beberapa Perbuatan – Pasal 65-66 KUHP)
- Pelaku melakukan beberapa tindak pidana berbeda, dalam waktu yang berdekatan, sebelum ada putusan pengadilan.
- Contoh:
- Seorang pencuri melakukan pencurian di beberapa rumah dalam satu malam.
- Sanksi: Dijatuhi pidana kumulatif, tetapi dengan pembatasan pidana maksimum.
3. Perbuatan Berlanjut (Voortgezette Handeling – Pasal 64 KUHP)
- Beberapa perbuatan yang tampak berbeda tetapi saling berhubungan sebagai satu rangkaian.
- Contoh:
- Seorang pegawai yang selama beberapa bulan terus-menerus menggelapkan uang perusahaan.
- Sanksi: Hanya dikenakan pidana yang paling berat dari rangkaian perbuatan.
c. Perbarengan dalam Hukum Islam
Dalam hukum Islam, tidak ada konsep concursus delictorum secara eksplisit, tetapi ada beberapa prinsip yang mirip:
1. Jika beberapa tindak pidana memiliki hukuman yang sama
- Jika seseorang melakukan beberapa tindak pidana yang hukumannya sama (misalnya beberapa kali mencuri), maka hanya dikenakan satu hukuman, yaitu yang paling berat.
- Contoh: Jika seseorang mencuri beberapa kali sebelum tertangkap, tetap dikenakan satu hukuman potong tangan (hudud), karena dalam Islam hukuman hudud hanya dijatuhkan sekali untuk satu jenis kejahatan sebelum eksekusi.
2. Jika tindak pidana memiliki jenis hukuman yang berbeda
- Jika seseorang melakukan beberapa tindak pidana dengan jenis hukuman yang berbeda (misalnya mencuri dan membunuh), maka semua hukuman tetap diterapkan.
- Contoh: Jika seseorang mencuri dan membunuh, maka ia bisa mendapatkan potong tangan (hudud) dan qisas (hukuman mati).
3. Prinsip Ta’zir
- Jika ada beberapa tindak pidana yang tidak termasuk dalam hudud atau qisas, hakim dapat memberikan hukuman yang lebih berat berdasarkan kebijaksanaan dalam ta’zir.
2. Pengulangan Tindak Pidana (Residivisme)
a. Pengertian Pengulangan Tindak Pidana
Residivisme terjadi ketika seseorang kembali melakukan tindak pidana setelah sebelumnya pernah dihukum atas tindak pidana yang sama atau berbeda.
b. Pengulangan dalam Hukum Positif Indonesia
Diatur dalam Pasal 486-488 KUHP, dengan beberapa ketentuan:
1. Syarat Pengulangan (Residivisme) dalam KUHP:
- Pelaku telah dihukum sebelumnya.
- Ada tindak pidana baru setelah pidana pertama selesai dijalani.
- Ada jangka waktu tertentu antara tindak pidana pertama dan kedua.
2. Jenis Residivisme:
- Pengulangan Sejenis: Pelaku mengulangi tindak pidana yang sama.
- Contoh: Seseorang yang sudah dipenjara karena pencurian, kemudian mencuri lagi setelah bebas.
- Pengulangan Beda Jenis: Pelaku mengulangi tindak pidana yang berbeda dari yang pertama.
- Contoh: Seorang mantan narapidana narkotika yang kemudian melakukan pencurian.
3. Sanksi dalam Residivisme:
- Hukuman lebih berat dibandingkan dengan pelaku pertama kali (Pasal 486 KUHP).
- Pemberatan hukuman dalam KUHP khusus, seperti dalam UU Narkotika atau UU Terorisme.
c. Pengulangan dalam Hukum Islam
Dalam hukum Islam, pengulangan tindak pidana diperlakukan lebih berat tergantung jenis kejahatannya:
1. Jika Kejahatan Termasuk Hudud
- Jika seseorang kembali melakukan tindak pidana yang termasuk hudud (misalnya zina atau pencurian), hukuman tetap diterapkan tanpa adanya peningkatan hukuman.
- Contoh:
- Jika seseorang sudah dihukum cambuk karena zina dan melakukannya lagi, maka ia tetap dihukum cambuk.
2. Jika Kejahatan Termasuk Qisas
- Dalam kasus pembunuhan atau penganiayaan, pengulangan tetap mendapatkan hukuman qisas atau diyat.
3. Jika Kejahatan Termasuk Ta’zir
- Jika kejahatan termasuk dalam kategori ta’zir, maka hakim berwenang untuk meningkatkan hukuman terhadap residivis.
- Contoh: Jika seseorang terus-menerus melakukan pencemaran nama baik, hakim bisa menjatuhkan hukuman yang lebih berat daripada pertama kali.
Kesimpulan
| Aspek | Hukum Positif Indonesia | Hukum Islam |
|------------------|------------------------|----------------|
| Perbarengan | Ada tiga bentuk: Concursus idealis, Concursus realis, dan Perbuatan berlanjut | Jika hukuman sama, hanya satu hukuman dijatuhkan; jika berbeda, semua hukuman diterapkan |
| Pengulangan (Residivisme) | Hukuman lebih berat jika pelaku mengulangi kejahatan | Dalam hudud dan qisas tetap sama, tetapi dalam ta’zir bisa lebih berat |
Secara umum, baik dalam hukum positif Indonesia maupun hukum Islam, pelaku yang melakukan lebih dari satu tindak pidana dapat dikenai hukuman yang lebih berat, terutama dalam kasus pengulangan tindak pidana Namun, dalam hukum Islam, hukuman hudud tetap konsisten meskipun pelaku mengulangi perbuatannya, kecuali dalam ta’zir, di mana hakim bisa memberikan hukuman yang lebih berat sesuai kebijaksanaan.
0 Komentar