Dalam hukum pidana, selain pelaku utama, ada juga bentuk percobaan dan penyertaan dalam tindak pidana. Kedua konsep ini berlaku baik dalam hukum positif Indonesia maupun dalam hukum Islam.
1. Percobaan Tindak Pidana
a. Percobaan dalam Hukum Positif Indonesia
Percobaan tindak pidana diatur dalam Pasal 53 KUHP, yang menyatakan bahwa:
1. Percobaan untuk melakukan kejahatan dapat dipidana, tetapi percobaan untuk melakukan pelanggaran tidak dipidana.
2. Ada percobaan jika:
- Ada niat (mens rea) untuk melakukan kejahatan.
- Sudah mulai melakukan perbuatan, tetapi belum selesai karena faktor di luar kehendaknya.
3. Hukuman untuk percobaan tindak pidana lebih ringan dibandingkan dengan tindak pidana yang selesai dilakukan.
Contoh:
- Seseorang mencoba membunuh korban dengan menusuknya, tetapi korban selamat karena segera ditolong.
- Seorang pencuri tertangkap sebelum berhasil membawa barang curian keluar rumah.
Dalam percobaan tindak pidana, ada 3 tahap utama:
1. Niat (Intentie) → Belum dapat dipidana.
2. Persiapan (Preparatie) → Belum dapat dipidana kecuali dalam kejahatan tertentu (misalnya terorisme).
3. Pelaksanaan (Executie) → Dapat dipidana jika tidak selesai karena faktor luar.
b. Percobaan dalam Hukum Islam
Dalam hukum pidana Islam, tidak ada aturan eksplisit mengenai percobaan tindak pidana seperti dalam KUHP. Namun, konsep ini dapat dikategorikan dalam dua keadaan:
1. Percobaan yang Tidak Menyebabkan Kerugian Nyata
- Jika perbuatan hanya sekadar niat atau persiapan dan tidak menimbulkan dampak, maka tidak ada hukuman.
- Dalil:
> "Sesungguhnya Allah telah memaafkan umatku atas apa yang mereka bicarakan dalam hatinya, selama mereka belum mengucapkannya atau melakukannya." (HR. Bukhari & Muslim)
2. Percobaan yang Sudah Menyebabkan Kerugian atau Bahaya
- Jika tindakan sudah masuk dalam tahap pelaksanaan dan menimbulkan bahaya bagi orang lain, maka pelaku dapat dijatuhi hukuman **ta’zir** (hukuman yang ditentukan oleh hakim atau penguasa).
- Contoh:
- Seseorang yang mencoba membunuh orang lain tetapi gagal tetap bisa dihukum dengan ta’zir atau diyat jika korban terluka.
2. Penyertaan dalam Tindak Pidana
Penyertaan tindak pidana terjadi ketika ada lebih dari satu orang yang terlibat dalam suatu tindak pidana, baik sebagai pelaku utama maupun dalam bentuk peran lainnya.
a. Penyertaan dalam Hukum Positif Indonesia
Penyertaan dalam tindak pidana diatur dalam Pasal 55 dan 56 KUHP, yang membagi pelaku ke dalam beberapa kategori:
1. Pelaku (Dader) – Orang yang langsung melakukan tindak pidana.
2. Orang yang Menyuruh Melakukan (Doen Plegen) – Seseorang yang menyuruh orang lain melakukan kejahatan.
- Contoh: Bos mafia yang menyuruh anak buahnya membunuh seseorang.
3. Orang yang Turut Melakukan (Medeplegen) – Beberapa orang bekerja sama dalam melakukan kejahatan.
- Contoh: Dua orang merampok bank bersama-sama.
4. Orang yang Membantu Melakukan (Medeplichtige) – Pasal 56 KUHP
- Seseorang yang membantu sebelum atau saat kejahatan terjadi.
- Contoh: Seseorang yang menyediakan kendaraan untuk perampokan.
Sanksi dalam penyertaan:
- Pelaku utama dan orang yang menyuruh dikenai hukuman yang sama.
- Orang yang membantu (medeplichtige) biasanya mendapat hukuman lebih ringan.
b. Penyertaan dalam Hukum Islam
Dalam hukum pidana Islam, penyertaan tindak pidana disebut "Tasyabbuh fi al-Jarimah" atau keterlibatan dalam kejahatan. Penyertaan dalam hukum Islam dapat dibagi menjadi beberapa jenis:
1. Fa’il (Pelaku Utama)
- Orang yang langsung melakukan tindak pidana.
- Contoh: Seorang yang langsung membunuh orang lain dengan senjata tajam.
2. Amir (Orang yang Menyuruh)
- Orang yang memerintahkan orang lain untuk melakukan kejahatan.
- Hukuman bagi orang yang menyuruh bisa sama atau lebih berat dari pelaku tergantung perannya.
- Contoh: Seorang raja atau pemimpin yang menyuruh tentaranya membunuh rakyat tanpa alasan yang sah.
3. Mutamakkin (Orang yang Memfasilitasi)
- Orang yang membantu menyediakan alat atau sarana untuk kejahatan.
- Contoh: Orang yang menyediakan racun untuk membunuh seseorang.
4. Syarik (Orang yang Ikut Serta)
- Orang yang bekerja sama dalam suatu tindak pidana.
- Contoh: Dua orang yang bekerja sama mencuri dari rumah orang lain.
Sanksi dalam hukum Islam:
- Jika semua pelaku bersepakat untuk melakukan kejahatan, mereka bisa dihukum dengan hukuman yang sama.
- Jika ada pihak yang hanya membantu, mereka bisa dikenai hukuman ta’zir.
- Jika pelaku utama tidak dapat dihukum (misalnya karena masih di bawah umur), maka pihak yang menyuruh bisa dihukum lebih berat.
Kesimpulan
Baik dalam hukum positif Indonesia maupun dalam hukum Islam, percobaan dan penyertaan tindak pidana tetap dapat dihukum, tetapi dengan ketentuan yang berbeda:
| Aspek | Hukum Positif Indonesia | Hukum Islam |
|--------------------|--------------------------------------------------|---------------|
| Percobaan | Diatur dalam Pasal 53 KUHP, hukuman lebih ringan | Tidak ada aturan eksplisit, tetapi bisa dikenai ta’zir jika berbahaya |
| Penyertaan | Diatur dalam Pasal 55-56 KUHP, membedakan pelaku utama dan pembantu | Konsep tasyabbuh fi al-jarimah, hukuman disesuaikan dengan peran dalam kejahatan |
| Hukuman | Pelaku utama mendapat hukuman penuh, pembantu bisa lebih ringan | Hukuman bisa sama untuk semua pelaku, tetapi ada fleksibilitas dalam ta’zir |
81 Komentar
REYGA RAM HIDAYAT (10400124186)
BalasHapusApakah penerapan hukum Islam dalam konteks negara hukum seperti Indonesia berpotensi menimbulkan benturan nilai dengan prinsip universal hukum pidana modern?
Nama: Widya Andra Saputri
BalasHapusNim: 10400124189
Apa perbedaan yang paling signifikan antara penyertaan dan percobaan dalam lingkup hukum pidana?
Nama : Selvina
BalasHapusNIM : 10400124172
izin pak, kenapa percobaan untuk melakukan pelanggaran tidak dapat di pidana dalam KUHP?
Nama : Khaidir
BalasHapusNim : 10400124174
Bagaimana sanksi dijatuhkan kepada pelaku percobaan dan penyertaan tindak pidana dalam kedua sistem hukum tersebut?
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNama Sahrul
BalasHapusNim(10400124170)
Apakah pedekatan hukum islam terhadap niat dan perbuatan dalam tindak pidana lebih menekankan pada aspek moral di bandingkan hukum positif Indonesia?
M JUFRI
BalasHapus(10400124166)
Mengapa hukum Islam tidak memberikan hukuman pada niat atau percobaan yang tidak menimbulkan dampak?
Nama: Muh. Arman Saputra
BalasHapusNim: 10400124185
Izin pak, dalam ketiga sanksi hukum Islam tersebut, apa saja contoh yang dimaksud dengan: hukum yang sama, hukuman ta'zir dan hukum berat?
Nama: Rianti Salam
BalasHapusNim:10400124190
Baik pak pertanyaan saya apakah penerapan mengenai hukum pidana di Indonesia sudah memenuhi syarat dan ketentuannya pak?
Fayzah Zahirah Salsabila
BalasHapus(10400124158)
Mengapa hukum Islam tidak mengatur secara eksplisit tentang percobaan tindak pidana seperti KUHP? Apa implikasinya terhadap penegakan hukum?
Dalam penyertaan tindak pidana, baik KUHP maupun hukum Islam mengenal *orang yang menyuruh (amir/doen plegen)*. Bagaimana perbedaan sanksi bagi penyuruh dalam kedua sistem hukum tersebut?
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusJika hukum Islam diterapkan secara formal dalam sistem hukum pidana nasional, bagaimana cara mengatasi potensi konflik dengan asas legalitas dalam hukum positif yang menuntut kepastian hukum?
BalasHapusNama :amdi nurul hikma
BalasHapus10400124157
Bagaimna perbedaan sanksi antara pelaku utama dan orang yang membantu melakukan tindak pidana dalam hukum positif Indonesia?
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusFiqri
BalasHapus10400124097
Ih-c
Bagaimana hukum positif dan hukum Islam mengatur partisipasi saksi dalam persidangan pidana? Apakah terdapat perbedaan dalam persyaratan, kewajiban, dan perlindungan saksi?
Resky Auria Febrianti (10400124092)
BalasHapusBagaimana sikap hukum Islam menghadapi seseorang yang telah membantu pelaku kejahatan setelah kejahatan terjadi? Misalkan dengan menyembunyikan barang bukti?
Terimakasih pak
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus10400124089
BalasHapusApakah yang menentukan berat tidaknya hukuman ta'zir dalam hukum islam untuk pelaku percobaan tindak pidana
Andi Ananda Fadilla Ahmad
BalasHapus10400124085
Jika hukum Islam tidak mengenal percobaan pidana secara eksplisit, bagaimana efektivitas pencegahan terhadap niat jahat yang sudah disusun sistematis namun belum terealisasikan pak?
Nayla Annisa Sakri
BalasHapus10400124077
"Hukuman untuk percobaan tindak pidana lebih ringan di bandingkan dengan tindak pidana yg selesai dilakukan"
Mengapa hukum positif memberikan hukuman lebih ringan terhadap percobaan tindak pidana dibandingkan tindak pidana yang selesai dilakukan?
Putri Ledhi Angelina
BalasHapusNim: 10400124142
IH D
Izin pak,
Apa saja konsekuensi hukum bagi pelaku percobaan tindak pidana dalam hukum positif?
Nama : A. Aliyya Nurfadhila Faisal
BalasHapusNIM : 10400124087
Bagaimana perbedaan sanksi antara tindak pidana sempurna dan percobaan dalam hukum Islam dan KUHP?
Muh. Aditya Darwis
BalasHapus10400124102
apakah penyertaan tindak pidana bisa terjadi tanpa rencana sebelumnya (misalnya spontan)?bagaimana hukumnya?
Nama : Najemiah Fajri Darmayanti
BalasHapusNim : 10400124099
Sanksi dalam hukum islam disebutkan Jika pelaku utama tidak dapat dihukum (misalnya karena masih di bawah umur), maka pihak yang menyuruh bisa dihukum lebih berat. pertanyaan saya, lalu bagaimana jika pelaku utama masih dibawah umur namun tidak ada yang menyuruh?sesuai dengan niatnya sendiri, apakah akan tetap tidak dapat di hukum?
Nama : Naura Syafiqah Nur
BalasHapusNim : 10400124094
Kelas : Ilmu Hukum C
Dalam kasus penyertaan tindak pidana, apakah adil jika seseorang yang hanya menyuruh namun tidak terlibat langsung, tapi dihukum sama beratnya dengan pelaku utama, terutama ketika pelaku utama tidak dapat dihukum karena alasan tertentu seperti usia atau gangguan jiwa? Bagaimana sistem hukum seharusnya menyikapi ketimpangan tanggung jawab ini untuk menjamin keadilan substantif?"
Ghaitsa Zahira Shofa
BalasHapus10400124086
izin bertanya, pak. jika seseorang gagal melakukan kejahatan karena kehendaknya sendiri, ia tidak bisa dihukum berdasarkan PASAL 53 ayat 2 KUHP. namun bagaimana aparat bisa membedakan apakah kegagalannya memang karena kehendak sendiri atau faktor luar?
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusRizky Adi Putra (10400124084)
BalasHapusApakah pemberian hukuman yang sebanding antara pelaku percobaan tindak pidana dan pelaku utama berpotensi menimbulkan ketidakadilan? Bukankah pelaku percobaan tindak pidana tetap merupakan pelaku kejahatan, hanya saja tindakannya tidak berhasil atau tidak sempurna? Dalam hal ini, bagaimana sistem hukum positif Indonesia dan hukum Islam membedakan proporsionalitas pidana berdasarkan tingkat keterwujudan perbuatan pidana?
Charissi Luhri Rasyid
BalasHapus10400124122
IH-D
Dalam hukum positif Indonesia, niat (mens rea) menjadi syarat penting untuk menentukan adanya percobaan. Bagaimana cara membuktikan niat tersebut dalam praktik hukum, dan apakah ada risiko penyalahgunaan dalam penafsiran niat oleh aparat penegak hukum?
Risky zahwa putri islamiyah
BalasHapusIH C
izin bertanya pak🙏🏻, mengapa orang yang turut membantu mendapat keringanan hukuman yg lebih kecil padahal jika di logikakan dengan kasus pidana berat , bantuan sekecil apapun di nilai berat karena dapat menimbulkan kejahatan besar
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNama: Nurul Natasya (10400124105) IH-C
BalasHapusApakah pemidanaan terhadap percobaan tindak pidana mengabaikan prinsip asas keadilan, dengan menghukum seseorang hanya berdasarkan niat dan usaha yang gagal, sementara hukum Islam lebih menekankan pada akibat nyata?
Nama: Nadilah yuhsin
BalasHapusNim: 10400124111
Kelas: IH C
Apa perbedaan perlakuan hukum terhadap orang yang membantu kejahatan dalam hukum Islam dan hukum positif Indonesia?
Nama: Surfiani Mansyur
BalasHapusNIM: 10400124151
IH-D
Tabe pak, jadi pertanyaan sy itu, apa perbedaan besar untuk mengetahui sanksi apa yang di berikan bagi orang / peserta yg melakukan tindak pidana dalam hukum positif dan dalam hukum Islam?
nama:nurul insani palman putri
BalasHapusnim:10400124123
jadi pertanyaan sya,apa yg di maksud dengan percobaan pelanggaran dan mengapa percobaan untuk melakukan pelanggaran tidak dipidana menurut KUHP?
BalasHapusFitri.M [10400124128]
Mengapa hukum membedakan antara percobaan kejahatan dan percobaan pelanggaran dalam hal pemidanaan, padahal keduanya sama-sama menunjukkan adanya niat dan upaya untuk melanggar hukum?Apakah perbedaan ini masih relevan dalam konteks perkembangan kejahatan modern yang bisa dimulai dari pelanggaran ringan? contohnya Seseorang mencoba melanggar rambu lalu lintas (pelanggaran), misalnya dengan sengaja mencoba menerobos palang pintu kereta api sebelum kereta lewat.
Nurul Arifah
BalasHapus10400124115
IH-D
Dalam penyertaan tindak pidana menurut Pasal 55 KUHP, bagaimana jika seseorang hanya memberi informasi tetapi tidak mengetahui bahwa informasi tersebut akan digunakan untuk kejahatan? Apakah ia tetap dapat dianggap sebagai turut serta?
Muh. Ihram Yusa
BalasHapusNim :10400124104
dalam konteks penyertaan tindak pidana, bagaimana hukum positif Indonesia dan hukum Islam mengatur perbedaan hukuman antara pelaku utama, orang yang menyuruh, dan orang yang membantu, serta bagaimana prinsip keadilan ditegakkan dalam kedua sistem hukum tersebut?
Rayhan Zhaudy
BalasHapus10400124103
IH-C
Seorang pelaku menembakkan pistol ke arah korban, namun korban berhasil menghindar dan tidak terluka. Apakah ini termasuk percobaan tindak pidana? Bagaimana bentuk hukuman yang mungkin dijatuhkan dalam hukum Islam dan hukum negara?
hisyam risqullah
BalasHapus10400124106
IH-C
Bagaimana perbedaan penentuan hukum antara KUHP dan hukum pidana Islam dalam memandang orang yang membantu kejahatan (medeplichtige / mutamakkin)?
Muhammad Rustam Syam
BalasHapus10400124093
IHK-C
Bagaimana perbedaan pertanggungjawaban pidana dalam penyertaan tindak pidana menurut hukum pidana positif dan fiqh jinayah?
Mengapa hukuman untuk percobaan tindak pidana dalam hukum positif Indonesia biasanya lebih ringan dibandingkan dengan tindak pidana yang selesai dilakukan?
BalasHapusRahmat Hidayat
BalasHapus10400124081
Jika seseorang telah menyiapkan pisau dan mencari lokasi untuk mebununuh korban, tetapi belum melakukan serangan Karena keburu ketangkap polisi, apakah ia bisa dipidana menurut hukum positif Indonesia? Bagaimana menurut hukum Islam?
Dalam kasus penyertaan tindak pidana yang melibatkan beberapa pelaku dengan peran berbeda, bagaimana kedua sistem hukum (Indonesia dan Islam) menilai tanggung jawab moral dan hukum masing-masing pelaku, terutama dalam konteks perbedaan antara orang yang menyuruh dan oran yang membantu?
BalasHapus
BalasHapusBagaimana hukum Islam menjamin pencegahan kejahatan ketika percobaan belum dapat dikenai hukuman secara pasti, dan apakah ini justru membuka celah bagi pelaku untuk bereksperimen dengan niat jahat tanpa takut dihukum?
10400124079
BalasHapusİH C
Muhammad fachri akbar
BalasHapus10400124079
İH C
Nama: Muhammad Indra Darmawan
BalasHapusKelas: IH-C
NIM: 10400124109
Budi menyuruh temannya, Toni, untuk meracuni seseorang. Toni berhasil meracuni minuman korban, tapi korban selamat setelah dibawa ke rumah sakit. Dalam konteks ini, bagaimana peran Budi dan Toni diklasifikasikan dalam hukum positif Indonesia dan hukum Islam? Apakah keduanya bisa dikenai hukuman yang sama
Nama : Nur Zakinah Latif
BalasHapusKelas : IH-C
Nim : 10400124083
"Mengapa percobaan untuk melakukan kejahatan dapat dipidana, sedangkan percobaan untuk melakukan pelanggaran tidak dipidana?"
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMuh ichsan Nur
BalasHapus(10400124112)
Andi berniat merampok toko dan sudah membawa senjata tajam, tapi urung masuk karena melihat ada CCTV. Apakah ini bisa dikategorikan sebagai percobaan dalam hukum positif dan hukum Islam?
Wa Ode Andi Putri Enjelin (10400124107) IHC
BalasHapusApa yang membedakan tahap persiapan dengan tahap pelaksanaan dalam percobaan tindak pidana, dan mengapa hanya pelaksanaan yang bisa dipidana?
Bagaimana jika seseorang mengklaim bahwa ia hanya bercanda ketika menyuruh orang lain melakukan tindak pidana, padahal orang yang disuruh benar-benar melakukannya? Apakah unsur "mensrea" tetap terpenuhi dalam hukum positif Indonesia maupun hukum Islam?
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusApakah mungkin seseorang dihukum dalam hukum positif atas dasar percobaan kejahatan, sementara dalam hukum Islam ia dianggap belum layak dihukum? Bagaimana sistem hukum harus bersikap ketika dua pendekatan hukum ini diterapkan secara paralel dalam masyarakat majemuk yang menjunjung tinggi dua sistem hukum tersebut?
BalasHapusFitri Nurfadillah
BalasHapus10400124088
IH C
Dapatkah seseorang dibebaskan dari hukuman jika ia dipaksa untuk ikut serta dalam tindak pidana?
Apakah tidak dikenakannya hukuman atas niat jahat yang belum disertai perbuatan konkret dalam hukum islam justru bisa dimanfaatkan sebagai ruang 'uji coba' bagi pelaku kejahatan? apa bentuk pencegahan yang dapat dilakukan dalam hal ini?
BalasHapusAulia Nur Andini
BalasHapus10400124113
Dalam kasus dua orang yang bekerja sama merampok, apakah pembagian peran (si A merencanakan, si B mengeksekusi) mempengaruhi beratnya hukuman dalam kedua sistem hukum?
Nama: Syarif Ibrahim M Tukwain
BalasHapusNIM: 10400124127
Pertanyaan:
Dalam kasus penyertaan pidana, mengapa hukum Islam mengenal hierarki sanksi yang berbeda antara amir (penyuruh) dan mu'awin (pembantu), sementara KUHP menyamakan keduanya dalam Pasal 55?
Dalam hukum Islam, jika pelaku utama tidak bisa dihukum, bagaimana nasib orang yang menyuruh?
BalasHapusNAMA : ANDI TENRIBALI PARANRENGI
BalasHapusNIM : 10400124136
KELAS : IH-D
PERTANYAAN SAYA YAITU:
Bandingkan bagaimana percobaan tindak pidana diatur dalam hukum positif Indonesia dan hukum Islam!
Wiwik Sri Aspita (Ilmu Hukum D) 10400124135
BalasHapusBagaimana konsep “penyertaan” dalam hukum positif (pelaku, pembantu, penganjur, penyuruh) dibandingkan dengan konsep tanggung jawab bersama dalam hukum Islam seperti ta’awun ‘ala al-itsm (tolong-menolong dalam dosa)? Apakah ada perbedaan esensial dalam penentuan kesalahan dan sanksi?
Nama: dinda nur islami pw
BalasHapusKelas : ih’d
Nim: 10400124143
Apakah setiap orang yang terlibat dalam suatu kejahatan mendapatkan hukuman yang sama dalam hukum Islam? Jelaskan dengan contoh!
Nama:salwa
BalasHapusNim:10400124147
Kelas:IH D
pertanyaan saya, Dalam kasus percobaan dalam hukum positif indonesia apakah ada potensi ketidakadilan dan bagaimana pandangan kedua sistem hukum dalam konteks percobaan dan penyertaan
Nama : Nur Wahyuni Mustamin
BalasHapusNIM : 10400124121
Kelas : IH D
apakah prinsip keadilan restoratif yang berkembang dalam hukum pidana modern juga dapat ditemukan dalama pendekatan hukum islam terhadap percobaan dan penyertaan pidana? jelaskan perbandingannya
kenapa lebih berat hukuman yang menyuruh melakukan tindak pidana dari pada yang melakukan (walaupun hanya sekedar diperintahkan) padahal yang melakukan itu yang mencelakai?
BalasHapusNama: Azizah Muliadin
BalasHapusNIM:10400124139
Kelas: IH D
Pertanggungjawaban pidana dalam hal penyertaan tindak pidana, baik dalam hukum positif maupun hukum Islam, tidak hanya melihat pada pelaku langsung, tetapi juga pada mereka yang memberikan kontribusi tidak langsung terhadap terjadinya kejahatan. Namun, pendekatan filosofis antara kedua sistem hukum ini cukup berbeda dalam menilai keterlibatan seseorang.
Pertanyaannya:
Jelaskan bagaimana doktrin kausalitas dan niat diterapkan dalam menilai peran penyerta dalam tindak pidana menurut hukum positif dan hukum Islam. Apakah seseorang yang hanya memberikan motivasi atau membujuk secara halus dapat dianggap sebagai pelaku dalam kedua sistem tersebut? Jelaskan dengan dasar hukum dan pendapat ulama atau pakar hukum pidana, serta ilustrasikan dengan skenario hipotetik.
Nama: Assifah
BalasHapusNim: 10400124117
Kelas: Ilmu Hukum D
Bagaimana posisi hukum terhadap pelaku percobaan tindak pidana yang secara sukarela membatalkan niatnya sebelum tindak pidana terjadi?
Nama : Fahrul Maulana Pasha
BalasHapusNim : 10400124124
Kelas : IH-D
Dalam hukum Islam, bagaimana hukuman bagi seorang amir (orang yang menyuruh) dibandingkan dengan fa’il (pelaku langsung)? Seperti contoh kasus yang di jelaskan yaitu bos mafia yang menyuruh anak buahnya membunuh seseorang, yang mana lebih berat hukumannya.
Moh Rafly Sahputra
BalasHapusnim : 10400124146
kelas : IH-D
Pertanyaan tentang perbandingan hukum positif dan hukum Islam Mengapa hukum Islam tidak memiliki aturan eksplisit tentang percobaan pidana seperti KUHP? Bagaimana hukum Islam mengatasi kasus percobaan kejahatan ? coba kemukakan secara padat dan jelas
BalasHapusNama : Fathiyah ulya warta bone
Kelas : IH-D
Nim : 10400124120
Bagaimana jika seseorang hanya memberikan alat kejahatan seperti pisau dan benda lainnya, tapi dia tidak tahu kalau alat itu akan dipakai untuk tindak pidana. Apakah orang tersebut dapat dihukum menurut hukum positif indonesia dan hukum islam?
Nama: Ahmad Al Ghibran
BalasHapusKelas: IH-D
Nim:10400124141
Dalam hal penyertaan tindak pidana, manakah yang lebih tegas dalam memberikan hukuman, hukum positif Indonesia atau hukum Islam? Jelaskan!
Nur Atika Ramadhani H
BalasHapus(10400124126)
IH-D
Bagaimana batasan tegas antara perbuatan yang dikategorikan sebagai percobaan tindak pidana dan perbuatan yang sudah masuk dalam tahap pelaksanaan tindak pidana secara utuh?
Nama: Naqiyyah az zahra R
BalasHapusNIM: 10400124131
Kelas: IH D
Bagaimana pembuktian niat (mens rea) dalam percobaan kejahatan di pengadilan positif? Apakah bukti pikiran dan ucapan hati dapat diandalkan tanpa bukti tindakan nyata?
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusEmeliah Fauziah
BalasHapusIH-D
10400124125
pertanyaan saya yaitu Apakah ada kemungkinan seseorang dihukum dalam hukum Islam tapi bebas dalam hukum positif (atau sebaliknya) untuk kasus percobaan atau penyertaan?
Muh. Taufikurrahman
BalasHapus10400124137
Uraikan secara kritis perbedaan konseptual antara pembagian bentuk-bentuk penyertaan dalam hukum pidana positif Indonesia dengan konsep penyertaan dalam hukum Islam. Bagaimana kedua sistem hukum ini menentukan siapa yang layak dipertanggungjawabkan secara pidana, dan bagaimana perbedaan ini berdampak pada pemberian sanksi? Berikan contoh konkret dalam kasus kejahatan terorganisir.